Kamis, 03 Januari 2008

SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN


SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN
(Manfaatnya bagi Guru dan Permasalahannya)
Oleh : Sri Bagus Darmoyo

A. LATAR BELAKANG
Mutu Pendidikan di Indonesia dewasa ini selalu digugat oleh para pengamat bahwa Pendidikan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan dibanding negara-negara lain di Asean, lebih-lebih bila dibandingkan dengan negara-negara maju di Eropa.
Ada yang mengatakan bahwa faktor yang sangat terkait dengan mutu pendidikan di Indonesia adalah mutu Guru yang belum memadai, ada pula yang mengatakan bahwa biaya pendidikan belum cukup proporsional, bahkan ada yang berpendapat bahwa mutu siswanya yang kurang disebabkan oleh lingkungan yang tidak mendukung, kemiskinan yang semakin meningkat dan kemauan belajar yang rendah.
Dalam makalah ini kita akan membahas mengenai Sertifikasi Guru sebagai upaya peningkatan kualitas guru dan permasalahannya yang terkait dengan Pelaksanaan Sertifikasi dan metode penilaiannya.

B. UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN
Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki Undang-Undang Guru dan Dosen, yaitu Undang-undang No. : 14 Tahun 2005 yang merupakan kebijakan untuk intervensi langsung meningkatkan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki kualifikasi Strata 1 atau D4, dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Di samping Undang-Undang Guru dan Dosen pemerintah juga menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen ini pada intinya adalah meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatkan kesejahteraan mereka.
Sudah barang tentu, setelah cukup lama melakukan sosialisasi Undang-Undang Guru dan Dosen ini, patut mulai dipertanyakan apakah sertifikasi akan secara otomatis meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan kemudian akan meningkatkan mutu pendidikan? Adakah jaminan bahwa dengan memiliki sertifikasi, guru akan lebih bermutu?
Pertanyaan ini penting untuk dijawab secara kritis analitis. Karena bukti-bukti hasil sertifikasi dalam kaitan dengan peningkatan mutu guru bervariasi. Di Indonesia dalam kurun waktu 2006 s.d. 2010 menargetkan 2,6 juta orang guru harus berhasil di sertifikasi. Sedang di Korea Selatan dan Singapore kebijakan yang sama telah berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru. Akankah Indonesia juga berhasil?

C. MANFAAT SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN
Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Adapun manfaat ujian sertifikasi guru adalah sebagai berikut :
1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional.
3. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK, kontrol mutu dan pembatasan jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.
4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
5. Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi

D. GURU PROFESIONAL
Guru Profesional adalah guru yang berkompeten (memiliki kompetensi). Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai oleh seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. : 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta sub kompetensi dan indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut :

1. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, b. Memiliki kepribadian yang dewasa, c. Memiliki kepribadian yang arif, d. Memiliki kepribadian yang berwibawa, e. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.

2. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Memahami peserta didik, b. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran, c. Melaksanakan pembelajaran, d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya,

3. Kompetensi Profesional
Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi tersebut dijabarkan sebagai berikut :
a. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi, b. Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki dijabarkan sebagai berikut :
a. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik; b. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan;
c. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

E. PELAKSANAAN SERTIFIKASI
Sertifikasi guru dalam jabatan telah dimulai, yaitu tepatnya pada tahun 2006, meskipun pada kenyataannya sampai saat ini tunjangan profesi bagi para guru yang telah lulus sertifikasi belum dicairkan. (Baru akan dicairkan pada Januari 2008)
Pelaksanaan sertifikasi yang telah dilaksanakan adalah dengan menggunakan penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang mendeskripsikan : (1) kualifikasi akademik; (2) pendidikan dan pelatihan; (3) pengalaman mengajar; (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; (5) penilaian dari atasan dan pengawas; (6) prestasi akademik; (7) karya pengembangan profesi; (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah; (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan mendapat sertifikat pendidik. Sedangkan guru yang tidak lulus penilaian portofolio dapat : (1) melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi portofolio agar mencapai nilai lulus, atau (2) mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan evaluasi/penilaian sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi. Selanjutnya guru yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik.

F. PERMASALAHAN
Dengan menggunakan metode penilaian portofolio, dapatkah menjamin bahwa guru yang lulus sertifikasi adalah benar-benar guru yang professional? Pertanyaan ini perlu disampaikan secara kritis karena pada kenyataannya, tim penilai sertifikasi sama sekali tidak mengenal dan tidak melihat (performa) guru yang dinilai, yang dilihat hanyalah dokumen portofolionya, yang nota bene dapat saja dokumen portofolio tersebut dibuat-buat (dipalsukan) dan bukan benar-benar sesuai dengan apa yang dilakukan oleh guru (seperti adanya).
Selain dari pada itu menurut Pasal 42 Undang-undang RI No. : 20 Tahun 2003 mempersyaratkan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dapatkah guru yang lulus penilaian portofolio dijamin sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan mengajar yang diharapkan?
Namun demikian keputusan mengenai penilaian portofolio ini bagaimanapun adalah merupakan suatu langkah maju dalam system pendidikan di Indonesia yang perlu kita dukung, karena bila penilaian menggunakan system lain (Uji Kompetensi, Performance Test, dsb) tentu penuntasan program sertifikasi guru ini akan berlajan sangat lama. Dan nasib guru (yang dalam mitos) selalu tidak beruntung akan semakin tidak menentu.
Dalam hal ini yang pertama (terpenting) dan paling utama adalah :
1. Perguruan tinggi yang diberi kewenangan untuk melakukan sertifikasi harus dapat dipercaya, cerdas, jujur dan bertanggung jawab serta kritis terhadap perubahan tata nilai dan perubahan regulasi pendidikan, sehingga penilaian sertifikasi guru dalam jabatan tidak asal-asalan dan dapat dipertanggung jawabkan;
2. Pemerintah harus tegas dalam menerapkan hukum yang berlaku (dalam hal ini sesuai Undang-undang yang berlaku) tanpa pandang buluh. Misal : seorang guru yang telah mendapat sertifikasi profesi kemudian menurun kinerjanya, maka sertifikasinya harus dicabut; termasuk bila diketahui seorang kepala sekolah melegalisasi portofolio yang tidak benar-benar dilakukan oleh guru (tidak seperti adanya), harus ditindak tegas.
3. Pemerintah harus melakukan penjaminan mutu seperti : (1) melakukan sertifikasi ulang dengan periode waktu tertentu; (2) melakukan pembinaan berkesinambungan dan pemantauan terhadap guru yang bersertifikasi agar kinerjanya meningkat sesuai tujuan semula yaitu sertifikasi sebagai sarana peningkatan mutu dan peningkatan kualitas kompetensi guru.

G. PENUTUP
Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional : sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.
Undang-Undang Guru dan Dosen telah hadir sebagai suatu kebijakan untuk mewujudkan guru profesional. UUGD yang menetapkan kualifikasi dan sertifikasi akan menentukan kualitas dan kompetensi guru. Namun demikian, pelaksanaan sertifikasi akan menghadapi berbagai kendala. Di samping persoalan biaya, berbagai tantangan dan tuntutan juga akan muncul. Bagaimana cara pemerintah menghadapi tantangan dan tuntutan ini, akan menentukan apakah sertifikasi akan berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru.

Ditulis : sebagai Tugas Mata Kuliah
”LANDASAN KEPENDIDIKAN”, di PPS UNNES,
Sri Bagus Darmoyo, NIM : 1103507036, Angkatan Tahun 2007

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Republik Indonesia, No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Tahun 2005
Fasli Jalal, dr, Phd, Sertifikasi Guru untuk Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu, PPS Unair, Seminar, 28 April 2007, Internet.
Federasi Guru Independen Indonesia, Sertifikasi Guru sebaiknya Tidak Diseragamkan, 28 Januari 2006, Internet
I Wayan Artika, Sertifikasi Guru : Harga Mahal bagi Guru yang Hebat, Kompas 6 Agustus 2007 - kolom Humaniora, Internet
Sawali Tuhusetya, Sertifikasi Guru, 13 Juli 2007, Internet